Sabtu, 16 Februari 2013

Cerpen Realita



Stories of Tragedy  02:06:12
  Waktu melaju tanpa henti, seakan tak takut kehabisan bahan bakar. Dag dig dug, getaran cepat dari hati. Yeah falling in love, itu aku rasakan. Pesan singkat, dari getaran ponsel tertuliskan
“ Tp kmu jgn ninggaln aq “
“ Aq ska kmu jujur, Aq jg mau nyelesein kisi2 PKN"
 Wow kebahagian merona diwarnai harapan, seakan menyambut bintang jatuh. Kegilaan melandaku, dan di otakku menghadirkan bayangan-bayangan indah akan kesempurnaannya. Lekuk indah membentuk pola-pola menakjubkan tampak di wajahnya, bibir merahnya menyunggingkan senyum terindah, matanya berbinar melahirkan cahaya cinta. Kecakapannya dalam segala hal menciptakan tantangan untukku. Namun sesekali angin berbisik : apakah benar, dia suka kamu???. Hemm... semoga dia nyata untukku. Lamunanku mulai buyar, ketika aroma malam menghipnotisku untuk merebahkan diri di kasur.
         
Mentari telah menampakkan ayunya dengan anggun. Semangat pagi menggelora, segera aku membersihkan diri, berlanjut hijrah ke sekolah. Lelaki itu telah menunggu di perpustakaan. Duh Tuhan, tersihir apakah hati ini?? Bertekuk lutut hati ini di hadapannya. Perkataannya yang diakhiri senyum madu. Melahirkanku keanggunan layaknya perempuan normal. Terkelupaslah canda dan obrolan antara kita. Nafsu untuk menanyakan tentang perasaan, membara di hatiku. Namun aku mencoba meredam. Aku mulai bicara dengan hati bukan seperti biasanya bicara dengan pikiran. Dengan rasa iba aku tak mengganggunya yang sedang asyik hotspotan. Aku di sampingnya menemani jiwa raga mungil itu, sambil menunggu kabar nilai laporan SPA yang dinilaikan teman satu kelompokku, karena aku penat berhadapan dengan Gurunya.
Mondar-mandir keluarga besar SMK di depan perpustakaan, tapi temanku belum menampakkan sosoknya. Sejenak aku keluar meninggalkan si lelaki, aku lihat temanku menuju perpustakaan dengan rasa kesal, dia mengeluh bahwa yang mendapat nilai, baru aku. Pikiran negatif menguasaiku, sudah dekat semesteran masih saja mempersulit muridnya. Percuma kalau aku emosi dengan keputusan si Guru, hanya akan membuang waktu. Aku harus segera bertindak biar temanku juga dapat nilai. Getar ponsel di saku, aku rasakan “ temui aku di bengkel!!” wow main kata Mario Teguh nih, dua kata dari temanku ini menciptakan angin ribut. Tas yang aku tidurkan di locker aku pindahkan ke pundakku, tergesa-gesa aku memberikan cerpenku pada si lelaki tanpa memikirkan akibatnya, “jangan marah, jangan marah, jangan marah ya? Aku ke bengkel sebentar”. Hemm... simpel!!!! Kalimat yang keluar dari mulut ini namun penuh harapan.
         
Aku melangkahkan kakiku menyusuri kotak demi kotak lantai yang tiap kotaknya berukuran 30 x 30 cm hingga aku sampai di bengkel. Wow!!!  teman-teman sedang antri ambil kartu tes dan sepertinya mereka dipersulit dulu oleh Guru. Hahaha... hobi si Guru mulai lagi tuh. Aduh!!  temanku melihat kehadiranku, mereka menyuruhku masuk untuk ikut antri sekalian. Hemm.. terpaksa aku masuk, blablablablabla.... Hah!!! percuma aku masuk, bukan kartu tes yang aku dapat. Malah Guru BP jadi korban emosiku. Aku keluar meninggalkan teman-temanku dan menemui teman, yang sms aku. OK... urusanku dengannya terselesaikan, lega rasanya.
         
Oh ternyata, Tuhan telah menyediakan kejutan lain. Seombyok masalah dilimpahkan untukku, kabarnya bagaikan halilintar. Secerca keceriaan itu sirna, tertutup kabut hitam akan masalah yang aku perbuat. Tak pernah terbesit sedikit pun laporan itu akan mendatangkan musibah. Guru-guru dibuat heboh akan laporan yang aku buat. Hatiku bagai tersambar petir dengan tegangan berjuta-juta volt. Oh My God, mereka memanggilku. Dengan percaya diri dan masa bodoh aku bertatap muka dengan para Guru bengkel. Hobi bicara dengan pikiran, mulai mengiringiku untuk menjawab pertanyaan dari para Guru. Sebenarnya permasalahannya pada satu Guru, namun semua Guru turun tangan dan akulah yang disalahkan. Memang kritik dan saran dalam laporan itu pedas bagi para Guru. Namun aku tetap saja membrontak untuk membela diri. Tapi apa daya, aku hanya seorang siswi. Hatiku luluh akan perkataan para Guru, mereka menggertakku. Tiga kemungkinan akibat dari ulahku, yaitu dilaporkan pada Kepala Sekolah, tidak naik kelas, orang tua dipanggil. Huuuftt.. separah inikah??. 
Dadaku sesak seakan biji salak menyumbat saluran pernafasanku, diiringi dengan tetesan air mata. Aku letakkan kepintaranku sejenak, dengan ikhlas aku mempersilakan jutaan kata yang tersusun kalimat hingga bermakna, masuk lewat daun telinga bergerak mendekati hati, melaju bersama aliran darah menuju otakku. Keinginan palung hati untuk menjulurkan telapak tangan ini, minta maaf pada para Guru. Satu per satu dengan cucuran air mata beriring langkah kaki mengantarku untuk bertatap muka dengan para Guru “ MAAF “ satu kata ini keluar dari mulutku, dengan lirih aku mengucap namun pasti. Guruku bijaksana memang, beliau memaafkanku seraya mengingatkanku “Gurumu ini sudah banyak makan garam!!!. Kamu ini berpegangan dengan kayu yang rapuh, berpeganganlah dengan kayu yang kuat!!!. Kamu belum tahu membeli sepatu yang berkualitas karena mahal, tapi bodohnya kamu, sepatu rongsok yang harganya mahal malah kamu beli!!!. Yeah,.. hanya tiga kiasan yang masuk di batok kepalaku selama 150 menit para Guru menyampaikan lafalnya. Mulut-mulut mungil dari luar mengisyaratkanku untuk segera keluar, Oh Tuhan Hpku dibawa teman, sebelum aku masuk di tempat ini. Aduh!! pasti akan segera timbul masalah baru. Dengan mata bengkak, hati penuh sesal dan wajah memelas bagaikan orang kehilangan permata. Aku melangkah keluar dan segera menjauhkan diri dari tempat penyiksaan mental itu. Aku sadar akan ulahku. Aku kehilangan permata itu.... Ya!!! nama baikku permata jiwa ini telah pecah, dengan gampangnya aku memecahkannya. kayu menjadi arang, pepatah itulah yang aku rasakan. Namun aku tak ingin terbawa penyesalan, aku tak akan trauma dengan tragedi ini karena aku juga benar, ini hidupku, Guruku hanya sekedar membantu untuk sukses. Tapi kesuksesan itu ada di tanganku, dengan seni apa aku akan sukses itu adalah pilihanku.
Angin lewat dan debu berterbangan mengajakku menemui lelaki itu. Dengan hati gundah, resah, gelisah dan rasa takut akan kehilangan dirinya menyelimuti jiwa ini. Ruang demi ruang aku lewati hingga sampailah aku di perpustakaan. Tapi sosok lelaki itu tak di sana. Aku lari menuju ruang depan Kepala Sekolah, namun yang aku temukan bukan dirinya melainkan teman-teman kelasku. Hening,!! tak ada satupun kata yang keluar dari mulut mereka, hanya senyum sebagai buah tangan yang mereka perlihatkan ke aku, sebelum aku meninggalkan mereka.     

Ternyata kejutan dari Tuhan tak ada habisnya. Belum senja, Aku telah membuat si lelaki gelisah mulai dari SMSnya yang tak aku balas, telphone yang takku angkat karena diposisi itu ponsel dipinjam temanku. Huftt.. ditambah lagi cerpen yang aku buat, pasti sudah menyiksa mentalnya. Ah setres aku!! Kalau hanya merenungkan saja.!!! Jari-jari tanganku menari di atas keypad Hp menulis pesan untuk si lelaki. Ternyata dirinya sudah di istana, tempat berkumpul anak-anak hidup mandiri. Lemas jiwa raga ini,  bagaikan teratai mati, ketika suasana menjadi gurun. Ingin aku segera sampai di gubuk, ketika tahu dirinya sudah meinggalkan sekolah. Aku keluar dari gerbang. Teriknya matahari, hamparan kerikil menyaksikan perjalanan beratku menuju gubuk. Lirih langkah kaki ini. Horisonku tertuju pada satu titik. Menaklukkan suasana gurun, seakan memberi kesempatan teratai untuk hidup. Yeah..!! itu dirinya berjalan mendatangiku. Hemm... sedikit hidup jiwa ini, namun aku tak berani menatap wajahnya. Oh no,.!!! That sort of thing contingent. Dia jadi agresif, bagaikan raja rimba. Dia mengembalikan cerpenku begitu sinis, diiringi dengan pertanyaan retorik. Suasana galau terbentuk. Niatku, aku takkan mendongengkan peristiwa tadi pada dirinya. Namun kondisi memaksaku, mulut ini harus bicara, agar kesalah pahaman dan masalah baru tak jadi menghampiriku. Hemmm.... dia bukan sekedar pendengar setia, one by one masalah diselesaikan. Dia menyarankanku.. nananana..... karena dia belum pernah ngalamin hal yang resikonya seperti itu terlalu nekat. Dan sarannya yang mengahantuiku adalah aku harus mengembalikan nama baikku dan menjadikan ini pelajaran dan pengalaman. Aku hanya senyum kecut. Hati ini masih berat untuk menerima saran. Aku bukan robot, jika ada bagian rusak langsung mati, tidak merasakan penyiksaan!!!!. Penat organ tubuh ini, aku mengemis pada dirinya untuk pulang. Diriku membentuk sudut 180 derajat, aku mulai melangkah. Ingin leherku menoleh ke belakang namun aku belum siap. Setelah 13 langkah aku beranikan untuk menoleh ke belakang, dirinya menghilang. Hati yang membara karena luka yang menganga ditambah panasnya surya,  melangkahkan kakiku dengan cepat. Sampailah aku di gubuk, segera aku masuk kamar dan menutup pintu. Aku mencoba mengirim pesan, namun dia tak membalasnya. Pantaslah kalau dirinya seperti itu. Air mata membasahi pipi ini. Kulihat laptop di atas meja, sungguh menggodaku. Kuputar film “twilight” berharap sanggup membebaskan keterpurukkan ini. Namun film ini ganas, bahkan lebih ganas dari serigala di purnama. Film ini mencabik-cabik hatiku. Mata ini tak kuasa menahan air mata. Aku memang hidup, jiwaku tegar bagai karang, tapi hatiku terkapar, lemah, lunglai, dan lumpuh sepertinya. “Huh.... kuhela nafasku panjang. Aku buka file laporan yang mendatangkan musibah. Aku tersenyum, membaca kalimat-kalimat pedas itu. Otakku mulai berpikir, “ ya!!!”  Aku harus memperbaiki kalimat-kalimat ini. Bergegas aku memperbaiki kalimat-kalimat pedas ini menjadi manis. Dan ada pikiran memperbaiki nama baik. Ya dengan menerima tawaran membuat dan mengisi daftar nilai kelasku dari wali kelas. Aku simpan file di flasdisk, kuusap air mataku. Aku keluar menuju warnet untuk mencetak file. Aku mengejar waktu, aku kembali ke sekolah kuserahkan laporan baru dan leger kelasku ,serta menerima tawaran mengisikan nilai rapot. Aku bicara seperlunya, dan kembali ke gubuk. Jarum jam telah menunjuk 12.15 WIB, aku menjalankan kewajiban layaknya beragama islam. Ponselku bergetar, temanku mengajak belajar bersama untuk persiapan semesteran. Ingin aku menolak, namun kapan lagi aku bisa memberikan waktuku untuk mereka. Sudah berbulan-bulan aku mencampakkan mereka, karena keegoisanku. Kubuat suasana palsu sepalsu-palsunya. Temanku menjemput, aku diajak ke istananya. Oh Tuhan, ini akan menyiksa hatiku,!!!. Suasana romantis menyelimuti istana. Mereka sibuk sendiri-sendiri, semua tersenyum ria dan tertawa menanti kedatangan kekasih. Aku seorang diri muram berwajah masam. Aku duduk di atas, dengan menyibukkan diri mengerjakan kisi-kisi PKN dan BI. Sesosok lelaki mengucap salam, penghuni istana menjawab salamnya, termasuk aku. Oh ternyata ini, kekasihnya temanku. Orangnya tidak asyik, pendiam. Ya ya ya..!!! type cowok Cawas. Dengan bodoh dan jujur aku bicara sesukaku. Aku mengemis untuk membahas kisi-kisi MTK saja. Cas cis cus menuliskan rumus dan menerangkannya. Namun, tak ada satu pun rumus yang masuk ke batok kepalaku meski lembaran putih telah penuh coretan-coretan berjubel seakan tak ada celah. Aku melamun. Anganku mengembara, memikirkan si lelaki akibat dari cerpenku. Lima jam berlalu jam menunjukkan pukul 17.00 WIB. Aku diajak singgah sebentar di masjid untuk melaksanakan sholat asar, sebelum diantar pulang. Sampai depan gubuk, aku mempersilakan masuk untuk menemui ibuku. Dia mencium tangan ibuku, seraya pamit untuk pulang. Penuh kasih ibuku membalasnya. Iri aku.
         
Waktu mengantarku ke ujung hari, dimana terang menjadi petang. Malam begitu pekat!! Kulihat rembulan tersenyum melecehkanku, bintang-bintang berkedip-kedip memandangiku yang tiap 3 detik menjatuhkan air mata. Dedaunan yang berbisik-bisik mengusik. Kenapa aku sampai kemakan nafsuku? Apakah karena aku terlalu menginginkannya? Ah, sungguh bodoh diriku jika hanya memikirkan si lelaki. Dari sini aku mulai menyadari, bahwa waktuku bukan untuk lelaki apalagi meratapi masalah. Tapi untuk hidupku, masa depanku. Karena hidup yang aku cari dalam usia. Dan kini aku harus semangat. Menyongsong semangat mudaku. Menyadari bahwa esok sudah semesteran, dan aku harus segera mengembalikan nama baikku. Aku percaya cinta sejati. Jika dirinya nyata untukku, itu sudah sunatullah. Biarlah menjadi harta karun, yang penuh dengan teka-teki. Waktu pasti akan menjawab semua ini. Hemmm...
INTRODUCES IS BEGIN TO STORY.
PROBLEM IS STEP.
LOVE IS A GIFT FROM GOD.
BELIEVE THAT YOUR SELF FOR ME AND MAKE IT HAPPEN IS MAGIC.
YOU AND ME FOREVER IS DREAM.
FORGET IT IS EXPERIENCE.
THIS IS A GAME THAT REAL IN THE WORLD..!!!!
         
Panggilan Tuhan datang, segera aku menyucikan diri dan melaksanakan perintahnya. Butiran-butiran tasbih menyatu dengan jantungku, kabut-kabut penyesalan menyelinapi diri ini. Telapak tanganku menyatu dengan peluh untuk mengucap maaf. Sungguh cinta-Mu berikrar dalam hatiku meninggalkan kenangan, menjalani kenyataan. Meraih harapan dan bersyukur pada-Mu. Terima kasih Tuhan, sungguh indah alur hari ini.
LEER MÁS...

dikutip dari blogtemen q http://lofiloveyou.blogspot.com/

2 komentar:

  1. maybe laen x gua bc lg gan. . .

    BalasHapus
  2. (y)
    aku suka sumbernya..
    ahaihahahaha :D
    keren ya cerpenya?
    ada yang tahu gak nih karakter tokoh saya dalam cerpen Stories of Tragedy 02:06:12 ????
    yang tahu komen ya di blogku lofiloveyou.blogspot.com

    BalasHapus